Dikabarkan bahwa Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) mengaku telah menyiapkan mental menyambut larangan ekspor bijih bauksit yang diumumkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) per Juni 2023.
Pelaksana Harian Ketua Umum APB3I Ronald Sulistyanto mengaku telah bersiap sejak Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) ditetapkan. Meskipun, kenyataan di lapangan sulit dilakukan. “Kalau kami bersiap dalam ‘mental’ ya, tapi kenyataan di lapangan tidak seperti itu,” kata Ronald saat pada Kamis, 22 Desember.
Salah satu alasannya adalah para pengusaha bijih bauksit mengalami surplus produksi. Berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) rata-rata perusahaan mampu memproduksi 2 juta ton bauksit. Jika saat ini terdapat 28 perusahaan memiliki RKAB yang sama, maka rata-rata dalam setahun terdapat 56 juta ton produksi bauksit.
“Dari produksi total per tahun, hanya bisa diserap 12 juta dari 2 smelter yang ada. Sehingga masih ada sisa bauksit yang tidak bisa dijual atau tidak bisa diapa-apakan setelah diproduksi,” kata Ronald.
Bijih Bauksit Bakal Sulit Diserap Jika Smelter Masih Minim!
Ia menilai saat ini akan sulit untuk menyerap hasil produksi perusahaan bauksit jika smelter yang ada masih sangat minim. Lebih jauh, menurut Ronald, pemerintah harus memikirkan kelanjutan sisa produksi bauksit yang ada. “Apakah perusahaan nanti akan mati dengan sendirinya, hanya perusahaan-perusahaan tertentu saja bisa supply?” tanya Ronald retoris.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memutuskan untuk melarang ekspor bijih bauksit mulai Juni 2023. Kebijakan ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Pertama, Jokowi ingin meningkatkan nilai tambah bagi ekonomi dalam negeri.
Kedua, meningkatkan penciptaan lapangan kerja baru. Ketiga, meningkatkan penerimaan devisa. Keempat, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata di Indonesia. Jokowi mengatakan larangan ekspor bijih bauksit itu dilakukan dengan mempertimbangkan manfaat dari kebijakan larangan ekspor nikel yang mulai diberlakukan pemerintah sejak Januari 2020 yang memberikan manfaat besar ke ekonomi dalam negeri.