Megandu, Bangkitkan Permainan Tradisional Hampir Terlupakan

Sebuah permainan yang bertujuan untuk hiburan bagi seseorang yang melakukannya. Seperti permainan tradisonal bernama Magandu, yang saat ini jarang diketahui oleh anak-anak. Permainan megandu dimainkan oleh puluhan anak-anak biasanya dijumpai di persawahan usai panen padi.

Koordinator Sanggar Wintang Rare, Banjar Ole, Marga, Tabanan, I Wayan Weda, mengungkapkan terdapat ratusan permainan tradisional yang hampir dilupakan oleh generasi saat ini. Sedangkan selama Pesta Kesenian Bali (PKB) pihaknya hanya baru mementaskan 11 permainan tradisional. (BaliExpress)

Pada tahun 2001 permainan tradisinonal tersebut terakhir ditampilkan, dan baru tahun ini ditampilkan kembali. Karena di Tabanan dikenal dengan sawahnya, maka Megandu pantas pentaskan lagi,” tandasnya.

Biasanya anak-anak yang melakukan permainan Magandu usai musim panen di tengah sawah yang sudah mulai mengering, sembari mengembala sapi, menyabut rumput, mencari capung ataupun memancing ikan dan belut.

Sebelum permainan tradisional megandu dimulai biasanya anak-anak membuat bola dari jerami. Setelah bola terkumpul semua mereka melakukan suit untuk menetapkan siapa yang bertugas mencari bola dalam permainan tersebut.

Sambil menujukkan permainan berlangsung yang mencari bola menancapkan sebatang kayu di tengah sawah dengan di ujung atas kayu diikatkan tali guntung (tali pelepah kelapa). Sedangkan anak-anak yang lainnya menaruh bola berbahan jerami tepat di tengah-tengah kayu tersebut. Kemudian si penjaga mengencangkan tali, lalu berputar berusaha mempertahankan telur jangan sampai ada yang mengambilnya. Sedangkan anak-anak yang lain berusaha mengambil bola dengan syarat tidak boleh terkena tali.

Selepas telur yang dijaga habis di ambil oleh peserta lainnya inilah yang sangat menghibur. Si penjaga harus di hukum digundu (dilempari telur jerami) karena dianggap tidak bisa menjaga telur-telur tersebut.

Weda menjelaskan makna dari permainan tersebut adalah pendidikan kedisiplinan dan karakter seorang anak. Yakni kedisiplinan waktu, karena permainan itu dilaksanakan bersama kelompok dan mengetahui karakter sesama temannya. Sehingga ketika tidak disiplin, maka salah satu dari mereka akan terkena gandu dan menjadi pencari bola.

Pementasan permainan tradisional itu dilaksanakan sebagian kecil dari permainan tradisional yang sudah mulai menghilang di tengah masyarakat. Sehingga ia berharap agar pemerintah jeli untuk memelihara permainan-permainan tradisional kedepannya. Jika permianan itu sudah mulai hilang,  ditakutkan anak-anak tidak akan memiliki pergaulan dan melupakan permainan tradisi yang ada.

Terlebih pada zaman sekarang hanya disibukkan dengan media sosial, sehingga dari permainan anak-anak bisa merefresh jika keadaaannya sedang mendapatkan permasalahan. Dengan itu juga dapat melatih anak-anak yang autisme dan membuka wawasannya yang lebih luas, baik secara pergaulan dan lingkungan sekitar.

Pada tempat yang sama, salah satu peserta permainan Magandu, Ni Luh Kade Mika Aprilia mengaku dalam pementasn di PKB ini ia hanya perlu latihan satu kali saja. Karena saat pasca panen di desanya, ia bersama anak-anak di desa setempat sudah sering melakukan permainan yang dilakukan di persawahan tersebut.