Tanaman Kratom telah menjadi sorotan internasional, terutama setelah Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengungkapkan adanya permintaan dari Amerika Serikat (AS) untuk membeli tanaman ini. Dalam pernyataannya, Mendag Zulkifli Hasan menyatakan bahwa permintaan ekspor tanaman Kratom dapat dipertimbangkan, selama belum ada larangan yang berlaku.
Kratom merupakan tanaman herbal yang termasuk dalam kategori Zat Psikoaktif Baru (New Psychoactive Substances/NPS). Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), ada rekomendasi untuk mengklasifikasikan Kratom sebagai narkotika golongan I berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Salah satu perdebatan yang muncul adalah terkait efek samping dari penggunaan Kratom. Tanaman ini dapat menimbulkan efek adiktif dan bahkan efek kematian pada beberapa kasus. Mendag Zulkifli Hasan menegaskan bahwa tanggung jawab atas penggunaan dan dampak tanaman Kratom yang akan diimpor menjadi tanggung jawab negara penerima.
Terkait dengan permintaan ekspor Kratom, Mendag Zulkifli Hasan berpendapat bahwa langkah ini dapat dilakukan karena hingga saat ini belum ada larangan ekspor yang berlaku terhadap tanaman Kratom. Meskipun demikian, beliau menegaskan bahwa pendekatannya adalah untuk mendorong kemudahan ekspor bagi petani dan pelaku usaha dalam negeri secara keseluruhan.
Mendag Zulkifli Hasan juga menjelaskan bahwa tujuan utama dari pendekatannya adalah untuk mendorong Indonesia dalam mengambil peran yang lebih besar dalam pangsa pasar global. Pemudahan ekspor dianggap sebagai langkah strategis untuk menjaga daya saing produk-produk Indonesia di pasar dunia.
Namun, perlu diingat bahwa Kratom memiliki potensi manfaat kesehatan seperti peningkatan stamina, meredakan nyeri otot, menurunkan tekanan darah tinggi, dan meredakan gangguan tidur serta cemas. Di sisi lain, efek samping Kratom juga mencakup dampak negatif pada sistem saraf dan mental, termasuk pusing, mengantuk, halusinasi, dan depresi. Oleh karena itu, BNN telah merekomendasikan agar Kratom dikategorikan sebagai narkotika golongan I, mengingat potensi ketergantungannya dan dampak seriusnya terhadap kesehatan.
Dalam kesimpulannya, permintaan ekspor Kratom menjadi isu yang kompleks, mengingat potensi manfaat dan risikonya yang saling berdampingan. Keputusan terkait ekspor Kratom harus mempertimbangkan faktor-faktor kesehatan, regulasi internasional, serta dampaknya bagi industri pertanian dan pasar global Indonesia. Dengan demikian, langkah-langkah yang bijaksana dan seimbang harus diambil untuk menghadapi tantangan ini dan mengoptimalkan peluang ekspor tanaman Kratom.