Kontroversi mengelilingi kebijakan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang kini menjadi sorotan dalam pembahasan ekonomi domestik. Meskipun bertujuan untuk membangun basis perumahan yang kuat, namun kebijakan ini dianggap memberatkan bagi sebagian kalangan, terutama kelas menengah ke bawah.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi), Erik Hidayat menyoroti dampak dari pemotongan 3 persen dari gaji karyawan untuk Tapera. Menurutnya, kebijakan Tapera ini menambah beban ekonomi para karyawan, terutama karena banyaknya pungutan wajib lain yang telah ada sebelumnya.
“Iuran Tapera, baik yang ditanggung oleh karyawan (2,5 persen) maupun oleh perusahaan (0,5 persen), akan memberatkan ekonomi pegawai, mengingat adanya potongan lain yang telah ada sebelumnya,” ungkap Erik dalam diskusi virtual Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita.
Erik menegaskan bahwa potongan ini memberikan tekanan tambahan pada karyawan, yang mungkin telah merasa terbebani dengan potongan gaji lainnya. Dengan adanya Tapera, kekhawatiran masyarakat terhadap pemotongan hak secara sepihak oleh pemerintah semakin meningkat.
“Pemungutan kebijakan Tapera yang bersifat wajib bagi semua, baik pegawai negeri maupun swasta, menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Bagi yang sudah memiliki rumah, atau bahkan yang belum, pemahaman bahwa dana ini digunakan untuk subsidi membuat keberatan muncul, karena subsidi seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah,” jelas Erik.
Kontroversi seputar Tapera menyoroti kompleksitas dalam merumuskan kebijakan ekonomi yang dapat diterima oleh semua pihak. Sementara pemerintah berupaya membangun infrastruktur perumahan yang kuat, kritik dan keberatan dari masyarakat juga harus dipertimbangkan untuk mencapai kesepakatan yang adil dan berkelanjutan.
Demikian informasi seputar kebijakan Tapera dari pemerintah. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Benoanews.Com.